Manado Bayangan-Bayangan Penikaman
Di pertengahan tahun 2022 pemberitaan lewat media seakan menembus ruang dan waktu cepat mendapatkan akses informasi, fakta akan kejahatan menakuti masyarakat di Kota Manado dan di tempat-tempat lain yang kian rawan dengan adanya penikaman pembunuhan oleh beberapa tersangka anak muda yang tidak tahu belas kasih, tidak tahu pri kemanusiaan. Ini menjadi perhatian serius, karena menimbulkan rasa tidak aman di kalangan masyarakat.
Kita tahu Sulawesi Utara berlabel, "Torang Samua Basudara." Dan Kota Manado, "Kota Toleransi," tapi apakah itu sebagai ukuran rukun perdamaian, torang semua baku-baku sayang. Apakah sudah menjangkau semua subkultur soal kedamaian di tengah masyarakat. Justru terbalik dengan adanya beberapa kasus kejahatan yang kini mencoreng nama baik kawanua.
Menurut survei data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018, Sulawesi Utara tercatat sebagai provinsi dengan risiko tindak kejahatan (crime rate) tertinggi nasional, yakni 416. Artinya setiap 100.000 penduduk di Sulawesi Utara diperkirakan sebanyak 416 orang berisiko terkena tindak kejahatan. Keluar masuk penjarah sudah biasa bagi kalangan residivis, anak anak dibawah umur banyak di titipkan di Lembaga Pemasyarakatan Tomohon.
Dtibeberapa tempat pasti ada kasus penikaman dan pembunuhan mungkin tidak terekspos oleh media. berawal dari dendam dan konflik kecil, ujungnya menelan korban jiwa. Seakan nyawa korban adalah mainan, nyali pembunuh bukan untuk dipuji agar mendapat pengakuan dari para preman pensiun, mungkin supaya ditakuti. Karena permasalahanya ada lingkungan yang keliru. Memang sering ditemui di beberapa komunitas-komunitas, saling tunjung nyali itu sudah hal yang biasa, . Sebagian di tempat acara pesta acara lain-lain pasti ada perjamuan mabuk-mabukan kemudian ada saja orang yang bawa pisau (sajam) sebagai dalil membela diri, apalagi so dipengaruhi obat-obatan dan Miras. Pasti ada kekacauan yang merugikan.
Bapak hukum modern ilmu kejahatan Hans Gross dalam bukunya sistem Der Kriminalistik menuliskan secara komprehensif tentang bukti fisik dalam memecahkan kasus kriminal, dalam proses mereka masuk dalam lingkaran kriminalitas awalnya dari keterpaksaan, tekanan dari keluarga hingga lingkungan yang menolak keberadaan mereka dan pengaruh teman di dalam kelompok subkultur. Keinginan untuk diterima didalam kelompok mengharuskan mereka untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai didalam kelompok subkultur yang kemudian juga menjadi identitas bagi para remaja berkonflik dengan hukum.
Tidak lepas dengan itu gejala sosial akibat meningkatnya kejahatan seharusnya ditinjau dari segi ekternal dan internal, menurut bapak sosiologi Agust Comte menjelaskan tujuan manusia untuk mengetahui keberadaan masyarakat, menjelaskan, meramalkan serta mengkontrol masyarakat, yang secara singkat merupakan suatu studi ilmiah tentang masyarakat lewat hukum budaya dan norma yang menjadi sumber yang berlaku.
Yang jadi pertanyaan Apakah para penegak hukum bekerja semaksimal mungkin?.
Apakah pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat agama kurang menjangkau lewat pelayanan-pelayanan fasilitas yang ada,
Apakah ini akan menjadi budaya kejahatan yang tidak bisa di berantas?
#PenulisKritis
Komentar
Posting Komentar